Kok Bisa Tanpa Asisten Rumah Tangga (ART) di Amerika?!

Terinspirasi dari diskusi sebagian para ibu rumah tangga di kota Riverside di ruang maya minggu lalu tentang gambaran ideal suasana pagi hari di dalam rumah, saya jadi tergelitik menuliskan sebagian besar komentar para ibu tersebut, dan kemudian menguraikannya lebih lebar.

Sebagian mengatakan bahwa pagi yang indah itu diawali oleh waktu bangun tidur yang sama antara anak-anak dan bapaknya. Sebagian setuju bahwa pagi yang indah itu dimulai ketika anak-anak mereka bangun pagi dalam keadaan riang gembira lalu melakukan ritual pagi dengan baik. Sebagian lagi sepakat kalau pagi itu baru bisa disebut indah bila menu sarapan nya sehat dan lezat. Dan sebagian besarnya, ini yang paling menarik, mengakui bahwa pagi yang indah dan sempurna itu adalah ketika mereka tidak harus beres-beres rumah, menyiapkan sarapan dan makan siang, melainkan ada asisten rumah tangga yang melakukannya. Uniknya, mereka semua sepakat kalau hal itu hanyalah sebuah mimpi kosong. Malah ada yang menyebutnya sebagai angan-angan yang paling mustahil dan liar yang pernah terbersit di pikiran mereka.

Menarik ya? ternyata memang memiliki asisten rumah tangga di negeri Paman Sam in adalah mimpi yang mustahil terkejar. Tidak seperti di Indonesia, memiliki asisten rumah tangga (ART) relatif lebih mudah. Dan bila saya bayangkan jumlah para ART ini, kemungkinan besar sama jumlahnya dengan jumlah keluarga di Indonesia. Walaupun tentu saja ada selalu pengecualian di setiap pernyataan, bahwa tidak semua keluarga di Indonesia memiliki asisten rumah tangga, dan tidak semua asisten rumah tangga itu mudah dicari dan diperkerjakan, apalagi jaman sekarang ini. Beberapa teman di Jakarta pernah curhat, “susah banget Neng cari pembantu, yang muda-muda sekarang senang main HP kalo lagi kerja, yang dari agen mahal ngegajinya, yang tua-tua gak bisa ngerjain semua pekerjaan rumah, yang cuma cuci dan nyetrika dan tinggal deket rumah dan bisa PP juga gak gampang nyarinya ”, saya hanya bisa mengangguk-angguk. Kemudian saya membayangkan seandainya tiba saatnya kami kembali ke Jakarta nanti, “kira-kira apa saya bisa hidup tanpa asisten rumah tangga seperti disini?!. Jangan-jangan, hal pertama dan utama yang saya cari sebelum pulang justru asisten rumah tangga?!”, saya jadi nyinyir sendiri.

Beberapa tahun tinggal disini, apalagi setelah memiliki anak, saya akui memang mengurus rumah tangga tanpa asisten itu tidak bisa disebut mudah. Tapi karena keadaan, khususnya kenyataan bahwa sangat mahal memperkerjakan asisten rumah tangga, mau tidak mau, suka tidak suka, seorang istri atau ibu rumah tangga  disini harus bersolo karir di rumahnya masing-masing. Seorang sahabat di Jakarta sampai pernah mempertanyakan, “kok bisa sih Neng, ibu2 disana tanpa asisten, resepnya apaan tuch?”. Saya yang dulu hanya bisa menebak-nebak, karena saya sendiri juga waktu itu masih tinggal di asrama mahasiswa, tidak punya kewajiban mengurus rumah, apalagi anak, dan masih sibuk dengan pekerjaan dan studi, saya hanya bisa bilang, “ya udah biasa aja gitu loch, bukan budaya aja di Amerika ini memiliki asisten”.  Terus terang saya sendiri tidak begitu yakin dan puas dengan jawaban saya sendiri. Walaupun saya akui itu ada benarnya, tapi saya masih penasaran. Nah sekarang ini sejak saya menjadi IRT (Ibu Rumah Tangga) dan memiliki balita, saya lebih percaya diri untuk menjelaskan alasannya. Alasan yang bisa menjadi latar belakang kenapa sebagian besar IRT di Amerika ini bisa hidup tanpa ART.

Alasan pertama sifatnya sangat teknis, yaitu cara mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Di Amerika ini, para IRT tidak perlu mencuci baju setiap hari. Pakaian kotor bisa dicuci tiga hari, atau seminggu sekali. Setelah mencuci di mesin cuci, pakaian biasanya dikeringkan di mesin pengering kemudian langsung di lipat supaya tidak lecek. Betul, pakaian rumahan yang terbuat dari kaos, baju main anak-anak, celana-celana jeans yang baru keluar dari mesin pengering, yang terasa hangat dan garing itu, memang tidak perlu disetrika lagi. Lain lagi dengan pakaian kantor, yang ehm..mau tidak mau harus disetrika sedikit agar lebih rapi. Kalau di Indonesia, pakaian kotor rasanya tidak lumrah bila tidak di cuci setiap hari. Apalagi dengan udara yang bisa menimbulkan keringat, anak-anak, atau mungkin orang dewasa bisa beberapa kali berganti pakaian.

Membersihkan rumah  juga tidak setiap hari. Karena cuaca yang tidak begitu mendatangkan banyak debu, maka pajangan dan alat-alat rumah tangga di dalam rumah tidak perlu harus di lap setiap hari. Begitu pula dengan menyapu dan menyedot karpet, hal itu tidak perlu di lakukan setiap hari.

Mencuci piring juga serupa. Mesin pencuci piring yang kebetulan bukan barang mewah di Amerika ini, sangat membantu IRT dalam menciptakan wastafel yang bersih, maksudnya tidak terlihat tumpukan piring kotor di dalamnya. Sehabis makan atau masak, dengan membilas secukupnya, piring, gelas dan bahkan alat masak bisa dibersihkan dengan mesin pencuci piring.

Alasan kedua juga bisa dibilang cukup teknis, yaitu budaya makan orang Amerika. Di Indonesia, rupanya ya, ehm..kalau saya amati, selalu makan tiga kali sehari dengan menu yang cukup fresh, dan memerlukan waktu untuk memasak. Jarang sekali makanan itu dipanaskan lagi untuk di makan di waktu berikutnya, apalagi dibekukan untuk di makan di hari atau di minggu selanjutnya. Tetapi di Amerika ini, menu makanan keluarga bisa dibilang lebih praktis.

Makan pagi bisa dengan cereal dan susu, oatmeal plus buah2-an, smoothie, atau roti yang mudah disajikan. Walaupun tentu sekali-kali, menu makan pagi juga istimewa, seperti dengan telor dadar, kentang, dan atau pancake dan waffle. Makan siang bisa membuat roti sandwhich dengan pilihan isi yang beragam. Dan makan malam, bisa dengan hanya memanaskan makanan beku yang sudah di masak beberapa hari sebelumnya. Atau karena ada oven besar, yang juga bukan merupakan barang mewah disini, memasak bisa dilakukan hanya dengan memanggang. Lauk pauk yang sudah di panggang itu bisa di makan dengan salad segar yang bumbunya sangat mudah dan murah didapat. Malah kata teman-teman saya yang orang Amerika, mereka sering melakukan brainer, istilah baru yang saya belum lama dengar, yaitu breakfast dan dinner, alias makan malam dengan menu sarapan.

Alasan ketiga adalah jumlah waktu IRT di Amerika yang relatif lebih leluasa dibandingkan dengan waktunya IRT di Indonesia. Tidak seperti di Indonesia, yang memerlukan lebih banyak waktu untuk mobilitas dari satu tempat ke tempat lain, dan keharusan menghadiri banyak undangan, acara keluarga ,atau acara masyarakat sehingga waktu untuk  mengurus rumah tangga sulit diprediksi, maka di Amerika tidak demikian. Seorang IRT di Amerika, misalnya, bisa memperkirakan jam berapa ia akan sampai rumah setelah mengantar atau menjemput anaknya dari sekolah atau dari tempat ekstra kurikulernya sehingga tidak ada waktu yang terbuang di jalan karena macet atau karena acara yang ngaret dan sejenisnya.

Di Amerika juga, acara-acara sosial tidak sebanyak di Indonesia yang notabene selalu ada di hampir setiap wiken. Belum lagi undangan-undangan dadakan di hari-hari biasa. Undangan sosial  di Amerika ini biasanya datang jauh-jauh hari sebelumnya, bisa beberapa minggu  atau beberapa bulan sebelumnya. Dan bila diundang, seseorang atau keluarga tidak merasa harus datang. Mengatakan tidak pada undangan untuk tidak datang itu bukan sesuatu yang tidak sopan apalagi sampai memecah pertemanan atau silaturrahmi. Dengan waktu yang lebih leluasa dan dengan sedikit interupsi, seorang IRT bisa lebih fokus mengurus pekerjaan rumah tangganya.

Alasan yang keempat adalah jarangnya rumah di kunjungi tamu. Betul, tamu disini hanya datang dengan undangan, atau hanya di acara-acara besar yang ada di setiap tahunnya. Jadi dengan kedatangan tamu yang bisa diprediksi, seorang IRT tidak harus memaksakan diri membuat rumahnya selalu tampil rapi dan bersih setiap hari. Walaupun tentu saja, saya yakin seorang IRT akan sangat mengupayakan rumahnya bersih dan rapi dengan standar dan caranya masing-masing.

Alasan keenam adalah kembali ke tebakan saya dulu yaitu karena mahalnya menggaji asisten rumah tangga. Beberapa sahabat dari Indonesia dan juga para IRT Amerika mengatakan bahwa menggaji seorang asisten tidaklah murah. Mereka mengakui bahwa, bila IRT bekerja misalnya, maka sebagian besar gaji mereka bisa habis hanya untuk membayar para asistennya. Para asisten rumah tangga, dari mulai tukang masak , pengasuh anak, tukang bersih-bersih saja,  tukang kebun, apalagi tukang yang membetulkan alat-alat rumah tangga, adalah mereka yang memiliki keahlian khusus, dan memiliki izin untuk bisa menyewakan keahlian mereka. Dan menggaji mereka harus sesuai dengan UMR yang berlaku.

Alasan ketujuh adalah menurut saya, mungkin karena alasan budaya. Di Amerika sekitar tahun enam puluhan, saya merajuk pada film “The Maid”, memiliki asisten rumah tangga bukanlah sesuatu yang luar biasa seperti sekarang. Pada tahun itu, orang Amerika yang berkulit putih banyak memperkerjakan orang kulit hitam. Kelas sosial di Amerika pada jaman itu masih sangat curam. Ada mereka yang sangat kaya yng bisa memperkerjakan orang sebagai asisten rumah tangganya, dan ada mereka yang memang lahir dan besar dari keluarga asisten rumah tangga, dan kemudian hidup dengan membantu rumah tangga orang lain, seperti sebuah profesi turun temurun dalam keluarga. Tapi Amerika jaman sekarang, seiring dengan bertambah maju ekonomi negaranya, hanya orang-orang di kalangan kelas atas sajalah yang bisa menggaji ART. Sebagian besar keluarga di Amerika tidak memiliki asisten rumah tangga. Lain situasi dengan di Indonesia, entah karena sebagai negara berkembang, atau karena budaya gotong royong yang di salah fahami,  memiliki ART adalah sesuatu yang lazim.

Masih dalam konteks budaya, para lelaki di Amerika, saya perhatikan, lebih terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Di tempat umum, saya sering melihat seorang ayah mengasuh anak-anak mereka. Dan dari cerita banyak sahabat, banyak dari para suami yang senang memasak, dan membersihkan rumah. Pekerjaan rumah tangga bukanlah melulu semata-mata pekerjaan seorang perempuan.

Ya, karena suasana, atau karena budaya dan warna negeri yang berbeda yang saya amati dan saya alami di kedua negara, saya berani mengatakan bahwa seorang asisten rumah tangga adalah seorang pahlawan.  Dan pahlawan rumah tangga seyogyanya adalah pahlwan negara.

Bagaimana bukan seorang pahlawan?!. Buat saya mereka mulia karena harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga orang lain, lalu juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga nya sendiri.  Mereka sabar dan hebat karena bisa mewakili para ibu yang bekerja, atau bahkan tidak bekerja, untuk menjaga, mengasuh dan mendidik putra-putrinya di rumah, bahkan menyayanginya. Mereka kuat jika harus bekerja dari sebelum matahari terbit, hingga setelah matahari terbenam. Mereka ikhlas bila tidak mempunyai pilihan untuk menentukan gaji mereka setiap bulan. Dan mereka sangat lihat bila harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang beragam.

Dan pertanyaan yang kemudian muncul adalah dapatkah seorang IRT di Indonesia, atau saya sendiri mengurus rumahnya sendiri tanpa bantuan seorang, dua orang atau bahkan lebih asisten rumah tangga?.

Mungkin seiring waktu berjalan, dan bergeraknya budaya di  Indonesia, ART akan menjadi profesi mewah dan mahal. Entah kapan, saya juga tidak tahu pasti. Saya seorang IRT asal Indonesia yang kebetulan  sedang ada di Amerika sekarang, berusaha memanfaatkan kemudahan yang ada disini, di atas kesulitan, yang kesemuanya bisa dinilai relatif. Dan jika tiba waktunya saya kembali nanti ke Indonesia kemudian saya membutuhkan asisten untuk rumah tangga, saya berdoa dan berharap semoga saya bisa menggauli mereka dengan sebaik-baiknya. Salam Hangat dari California!

25 thoughts on “Kok Bisa Tanpa Asisten Rumah Tangga (ART) di Amerika?!

  1. Hi Neneng, apa kabar di sana? Nama saya Helen, senang sekali bisa baca postinganmu. Dari dulu saya ingin sekali bekerja di amerika Cuma prosesnya yang sangat sulit,and kalau pun lewat agen Biayanya bukan sedikit:( sekarang sudah 6 tahun lebih bekerja di Singapura sebagai domestic helper. tapi saya masih ingin sekali pergi ke Amerika untuk bekerja minta tolong atau cara yang termudah untuk proses ke sana?saya tahu pasti tidak ada yang mudah tapi mungkin setidaknya yang tidak begitu menyulitkan:). Mudah-mudahan bisa dapatkan balalan email darimu. Terima kasih banyak ❤️❤️❤️

  2. Nice post bu neneng. Saya bapak rumah tangga di jakarta yg smp saat ini jg berjuang untuk tidak (jangan sampai) menggunakan jasa pembantu, Sebisa mungkin saya dan istri saya yg merawat anak dan menjaga rumah, Walaupun dr budaya mertua yg sudah berkali2 menawarkan pembantu. Karena tulisan ini saya akan semakin teguh untuk tidak menggunakan pembantu. Terima kasih bu.

  3. Bener tuh, Mbak! Dsini acara sosial bnyk bgt. Blm lg acara di sekolah anak2 yg ga ada hubnya sm pendidikan jg bnyk. Tiap hari kadang ada aja tetangga ato sodara mampir. Mau ga mau rmh kudu kliatan kinclong. Saya pny batita & sedang hamil 7 bln. Sejak menikah blm pnh pny ART. Org2 dinegara maju aja ga pk ART bs ya, knp kita ngga. Makasih tulisannya Mbak!

  4. Finally bisa nemuin tulisan ini,thanks a lot ya.Saya full IRT 1 bulan ini sebelumnya dr single sampai 1 bulan lalu saya wanita karier tp akhirnya memutuskan resign krn sudah punya 2 anak balita,gaji juga tdk memungkinkan bayar 2 pengasuh.Adaptasi dr ibu bkrja sampai full time di rumah bener2 butuh waktu lebih.Mengurus rumah n anak2 tanpa bantuan siapapun,rasanya awesome (cuapeeke puoll),almost give up tp pas baca tulisan ini jd semangat lagi.Bener2 ngebantu bgt tulisannya.Thanks a lot ya sis 🙂

  5. Terimakasih tulisannya,mba neneng,yg membuat sy berpikir untuk menghargai tenaga ART,,teman2 sy bilang mmg susah mencari ART yg pas dihati mrk,dan alhamdulillah sy mempunyai ART yg sdh sy anggap sbg saudara sy,krn sejak ibunya ikut ibu sy anaknya dr gadispun ikut sy hingga menikah,,dia ikut sy sejak pengantin baru hingga skr sy py anak 3,,

  6. wahhh.. aku juga pengen tinggal di amrik.. bekal udah siap padahal, 6 thn nih hidup ga punya art, english ok, yang ga ok cuma green card nya.. udah 2x ikut lottery ga dapet2 juga… :-(.. btw mbak neneng permanent resident ya? trus emang riverside apa banyak org indo nya? kok kata temenku ~yg tinggal di oregon~ banyak.. 😮

  7. Tulisannya sungguh memotivasi d, mbak…Thanks banget ya. Saya baru jd full IRT setaun belakangan stlh punya si kecil, sblmnya sangat workaholic. Mulai berasa sedih dan sangat rindu kerja kantoran, tapi setelah baca postingan yang judulnya “Mimpi para ibu” dan postingan ini…rasanya cukup melegakan. Doakan saya ya mbak smoga bisa segera berdamai dengan pilihan saya menjadi full IRT ini :). Oiya keep writing ya mbak…

  8. Terima kasih… saya jadi lebih semangat bekerja di rumah… saya IRT punya 3 anak (5 tahun 3 tahun and 1 tahun, lagi hamil jg…perkiraan desember besok lahir) saya sdh berencana mencari ART satu atau 2 orang… tapi setelah baca artikel ini, ga jadi ah… Mau di kerjakan sendiri saja…lagi pula pengalaman sebelum2nya tidak begitu menyenangkan punya ART, karena saya orangnya ga tegaan and sungkan klu mau nyuruh2…ga enakan gitu lho…apalagi klu ART-nya lebih tua… terakhir setelah di bohongin sama ART, saya jadi gimanaaa gitchu… hehe jadi curhat nich…

    • Salam Karina,

      Belajar dari pengalaman ya? he he. Iya, ikuti saja kata hati nurani mbak. Tapi ya namanya semua dikerjakan sendiri, standar urusan rumahnya gak usah muluk-muluk kali ya, cari prioritas aja :). Salam dan selamat ya, semoga persalinannya lancar.

  9. Tulisan yang bagus n menambah wawasan..! Cuma ada yang ingin saya ketahui gimana dengan IRT di sini yang bekerja kantoran baik pegawai negri ato pegawai swasta pada saat mereka punya baby..? Siapa yg menjaga bayinya atau balitanya pada saat mereka masuk kantor ?

  10. Informasi yang sangat bermanfaat sekali. Sekaligus salam kenal ya mba. 🙂
    Dan saya baru saja tahu kalau di Amerika sana justru minim acara sosial ya,, hwehehe,,, Berarti kita-kita disini terlalu banyak acara. Tapi paling nggak dengna minim nya acara seperti itu justru akan membuat keadaan rumah lebih rapih dan lebih dekat dengan keluarga.
    Mungkin tambahannya juga kalo di Indo macetnya ga ketulungan sehingga habis waktu di jalan dari pada mengurus rumah. 😀

Leave a reply to Sandrine Tungka Cancel reply