Etika menjenguk orang sakit

Cuma judul diatas yang mampir dikepalaku ketika aku mulai menulis lagi setelah sekian lama absen. Judul itu aku dapat setelah aku mengingat kembali alasan kepulanganku ke Jakarta seminggu lalu. Aku pulang karena ingin menengok ayahku yang  sakit, dan kalaupun ada hal lain yang aku lakukan selama pulang, itu semua adalah bonus-bonus indah yang juga aku nikmati.

Di minggu pertama kepulanganku,  aku tinggal di rumah sakit selama beberapa hari. Banyak yang aku perhatikan selama aku disana. Mulai dari perawatnya, dokternya, office boy nya, sampai para tamu pun tidak luput dari perhatianku.  Hingga suatu saat dimana ayahku sedang bisa diajak “ngobrol”, aku jadi tahu tentang pentingnya seseorang mengetahui etika menjenguk orang sakit, seperti yang tertuang dalam paragraf berikutnya.

Etika yang pertama, tersirat dari obrolan aku dan ayahku, berhubungan dengan  rasa bahasa atau bagaimana seorang penjenguk bisa menjaga lidahnya dalam bertutur kata dengan si sakit dan atau keluarganya. Orang yang sakit secara fisik, bisa jadi juga sakit secara mental. Karena sangat mungkin bahwa badan yang sakit berpengaruhi  pada situasi kejiwaan seseorang. Oleh karena itu lah orang yang sakit membutuhkan kata-kata yang menyejukkan dan menguatkan hatinya, serta membangun semangatnya untuk bisa sembuh. Penjenguk seyogyanya bisa bijak memilih kata-kata, jangan menakut-nakuti yang sakit akan “keseraman” penyakitnya melalui cerita-cerita atau obrolan-obrolan yang kurang atau bahkan tidak tepat.

Si penjenguk tidak perlu bersikap “sok tahu” akan suatu penyakit. Apalagi bertanya berlebihan, karena bisa jadi orang yang sakit atau keluarganya  ingin merahasiakan penyakit yang diderita atau tidak ingin bicara banyak-banyak tentang penyakit tersebut. Biar bagaimanapun, ada dokter yang si sakit dan keluarga nya percayai, maka sangat baik bila si penjenguk bertanya kondisi terakhir penyakit dengan wajar. Dan sangat baik pula, bila si penjenguk tidak lupa mendoakan si sakit dengan menggunakan bahasa yang adem, dan enak di telinga si sakit. Kalau memungkinkan, berdoa bisa juga dilakukan bersama-sama, jika memang si penjenguk datang berkelompok.

Tidak hanya menjaga kata-kata, seorang penjenguk juga sebaiknya bisa menjaga ekspresi wajah atau sikap yang baik. Seorang penjenguk tentu harus menunjukkan simpati atas “kemalangan” yang sedang menimpa si sakit dan keluarganya, tapi tidak lantas membuat ‘down’. Memang  tidak mudah menuliskan bagaimana sebaiknya mimik atau bahasa seorang penjenguk yang baik. Sikap berhati-hati, adalah yang terbaik.

Etika yang kedua berhubungan dengan waktu menjenguk.  Adalah juga baik bila si penjenguk  menelpon keluarga si sakit terlebih dahulu sebelum menjenguk. Kalaupun tidak menelpon, paling tidak si penjenguk bisa memperkirakan waktu yang wajar/pas . Kebetulan memang tidak semua rumah sakit memiliki aturan waktu menjenguk. Rumah sakit tempat ayahku di rawat, contohnya, tidak memiliki aturan tersebut. Di satu sisi, manfaatnya ada, kerabat dan keluarga bisa menjenguk kapan saja, memudahkan mereka yang ingin berbuat baik. Tetapi disisi lain, si sakit atau keluarga tidak bisa memperkirakan kapan keluarga dan kerabat menjenguk, mereka bisa datang kapan saja, bisa di waktu istirahat atau di waktu perawatan khusus si sakit.

Lama waktu menjenguk juga harus di perhatikan. Sebaiknya si penjenguk tidak usah berlama-lama di rumah sakit, kecuali memang, bila keluarga si sakit atau si sakit, meminta bantuan secara khusus untuk di temani atau di gantikan menjaga untuk beberapa lama.

Etika yang terakhir berhubungan dengan apa yang dibawa ketika menjenguk. Sebaiknya penjenguk berhati-hati membawa makanan atau minuman untuk si sakit. Membawa buah-buahan sepertinya adalah yang paling aman. Dan kalaupun ingin membawa makanan untuk yang menunggu si sakit, si penjenguk bisa menerangkannya ketika memberikan bawaan tersebut. Selain makanan dan minuman, bunga dan uang juga bisa menjadi alternative. Tapi walaupun begitu, tidak membawa apa-apa pun tidak menjadi masalah. Keikhlasan, doa dan etika yang luhur ketika menjenguk adalah hal yang paling berharga dan berkesan bagi si sakit dan keluarga.

Demikian yang bisa saya simpulkan tentang etika menjenguk orang sakit ini. Tentu saja, niat baik seseorang tidak akan gugur nilainya bisa dilakukan dengan penuh keikhlasan. Tapi niat baik akan terasa lebih indah dan sempurna nilai dan rasanya bagi diri dan orang yang menerima kebaikan itu bila di lakukan dengan cara yang baik dan luhur pula. Walloohu ‘Alam Bishowab!

2 thoughts on “Etika menjenguk orang sakit

Leave a comment